Kamis, 11 Februari 2010

MEMBANGUN PARTISIPASI PUBLIK DI DALAM RANGKA PENYELENGGARAAN PEMILU 2009 DI KOTA BATAM *

MEMBANGUN PARTISIPASI PUBLIK DI DALAM RANGKA

PENYELENGGARAAN PEMILU 2009

DI KOTA BATAM *

Oleh : Uba Ingan Sigalingging, S.Sn

PENDAHULUAN

Pemilu Umum (Pemilu) sebagai bagian dari proses demokrasi memiliki arti penting karena berkaitan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara. Demokratisasi politik berdampak luas terhadap terciptanya sistem politik yang menjamin hak-hak rakyat atas peningkatan kwalitas hidup dan kesejahteraannya. Di dalam konteks Indonesia dewasa ini, Pemilu menjadi sarana demokrasi di dalam rangka reformasi institusi-institusi politik untuk menjadikan pemerintah lebih demokratis dan bertanggungjawab, baik dari sisi pengelolaan tata pemerintahan maupun pertanggunjawaban publik. Proses demokratisasi politik yang ditandai oleh penyelenggaraan Pemilu menjadikan Indonesia sebagai sebuah Negara yang penting di dunia terutama di dalam menjamin terlaksananya proses demokrasi yang sehat dan bermutu. Freedom House pada tahun 2007 yang menyebut Indonesia sebagai satu-satunya Negara yang sungguh-sungguh bebas dan demokrasi di Asia Tenggara dewasa ini.

Perubahan-perubahan signifikan dalam sistem pemilahan dan konstitusi pada beberapa tahun terakhir ini menggenapi serangkai prsoes reformasi yang secara menyeluruh telah mengubah sistem pemerintahan dan cara keterwakilan rakyat Indoneisa, dari suatu sistem dimana para pemimpin politiki tampil dari antara segelintir orang menjadi suatu demokrasi yang terbuka dan representatif. Meskipun Indonesia memiliki tatanan demokrasi yang lebih partisipatif, masih terdapat tantangan-tantangan berat di depan, Meskipun Indonesia telah memiliki suatu tatanan demokrasi yang lebih layanan-layanan bagi masyarakat masih kurang, sem. Ini menunjukkan bahwa pemilihan yang jujur dan adil pun belum menyebabkan peningkatan-peningkatan yang signifikan di bidang kesehatan, pendidikan, dan penciptaan lapangan kerja. Dan inilah yang menjadi tantang demokrasi di Indoeseia di masa sekarang dan yang akan datang.

SEKILAS TENTANG PEMILU

Pemilihan Umum (Pemilu) sebagaimana yang di amanatkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai sebuah sarana, Pemilu menuntut adanya preferensi demokrasi, baik yang bersifat teknis maupun strategis. Hal ini menjadi sebuah keharusan mengingat Pemilu adalah bagian dari proses demokrasi yang memiliki implikasi sosial, politik, ekonomi dan budaya. Secara teknis, Pemilu memiliki aspek pendanaan guna menopang terlaksananya seluruh program yang berkaitan dengan pelaksanaan Pemilu, seperti halnya pendistribusian logistik Pemilu.. Aspek strategis, berkaitan dengan perencanaan dan konsep, baik yang menyangkut kewilayahan (daerah pemilihan) maupun sistem pemilihan serta pendataan penduduk. Hal-hal yang menyangkut teknis dan strategis penyelenggaraan Pemilu berkaitan langsung dengan Tahapan, Program, dan Jadwal Waktu Penyelenggraaan Pemilu. Adapun Tahan kegiatan penyelenggaraan Pemilu terdiri atas Tahap Persiapan, dan Tahap Pelaksanaan Pemilu.

Dalam sistem Pemilu, dikenal adanya lima perangkat teknis, yaitu : jenis pencalonan kontestan, cara pemberian suara, pembagian daerah pemilihan, cara perhitungan suara, dan waktu penyelenggaraan pemilu. Perangkat teknis ini memiliki peran khusus karena langsung bersentuhan dengan para partispian pemilu-baik pemilih maupun yang dipilih. Perangkat teknis itu menyampaikan kehendak sang pemilih dan menyulap pemilihan politiknya kedalam “suara”. Praktis para pemilih menjadi penentu berpengaruh dalam kehidupan politik suatu Negara.

Penjelasan diatas menunjukkan bahwa kesiapan teknis dan dan langkah-langkah strategis menjadi syarat mutlak di dalam pelaksanaan Pemilu. Hal ini tidak semata-mata menyangkut penyelenggaraan Pemilu tetapi juga berkaitan dengan dijaminnya hak-hak politik rakyat sebagai pemilih di dalam Pemilu tersebut. Disinilah kita melihat pentingnya partisipasi public di dalam pelaksanaan Pemilu2009, baik sebagai pemilih maupun sebagai pengawas yang secara aktif mengawasi jalannya pelaksanaan Pemilu. Dengan demikian kita bias berharap bahwa Pemilu akan terhindar dari manipulasi sehingga dapat menghasilkan anggota legislative yang bermutu.

KOTA BATAM DAN PROBLEMATIKA PEMILU

Ruang lingkup wilayah kota Batam dengan toal wilayah darat dan wilayah laut seluas 3.990,00 Km persegi, meliputi lebih dari 400 (empat ratus) pulau, termasuk di dalamnya pulau-pulau terluar di wilayah perbatasan Negara, yang secara administrasi pemerintahan terdiri dari 12 (dua belas) wilayah Kecamatan, Yaitu :

a. Kecamatan Sekupang, yang mencakup : 7 (tujuh) Kelurahan

b. Kecamatan Lubuk Baja, yang mencakup : 5 (lima) Keluarahan

c. Kecamatan Batu Ampar, yang mencalup : 4 (empat) Kelurahan

d. Kecamatan Nongsa, yang mencakup : 4 (empat) Kelurahan

e. Kecamatan Sungai Beduk, yang mencakup : 4 (empat) Kelurahan

f. Kecamatan Galang, yang mencakup : 8 (delapan) Kelurahan

g. Kecamatan Bulang, yang mencakup : 6 (enam) Kelurahan

h. Kecamatan Belakang Padang, yang mencakup : 6 (enam) Kelurahan

i. Kecamatan Batu Aji, yang mencakup : 4 (empat) Kelurahan

j. Kecamatan Bengkong, yang mencakup : 4 (empat) Kelurahan

k. Kecamatan Batam Kota, yang mencakup : 6 (enam) Kelurahan

l. Kecamatan Sagulung, yang mencakup : 6 (enam) Kelurahan.

Antara Kecamatan yang ada di wilayah mainland dan hinterland berbeda dari segi tipologi kewilayahan dan jumlah sebaran penduduknya. Perbedaan ini menjadi tantangan tersendiri bagi penyelenggara Pemilu, terutama dalam hal penentuan penetapan daerah pemilihan dan pendistribusian logistik pelaksanaan Pemilu. Disamping itu, penyelenggara Pemilu dituntut agar mampu menyediakan sarana pendukung komunikasi, khususnya pada saat pelaksanaan Pemilu.

Untuk tahap persiapan penyelenggaraan Pemilu 2004, terdiri atas tahapan penataan organisasi, sosialisasi dan rapat kerja, serta pembangunan sistem informasi. Adapun tahap penyelenggaraan terdiri dari pendaftaran pemilih, pendaftaran, penelitian, dan penetapan peserta pemilu, penetapan kursi dan daerah pemilihan, pencalolan anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, Kampanye, pemungutan suara dan penghitungan suara, penetapan hasil pemilu, penetapan jumlah kursi dan calon terpilih, dan pengucapan sumpah/janji.

Penjelasan di atas menjadi acuan teknis dan strategis bagi penyelenggara Pemilu di seluruh Indonesia. Namun, dalam pelaksanaannya, sebagaimana yang terjadi di kota Batam, banyaknya permasalahan yang terjadi lebih disebabkan oleh kurangnya sosialisasi bagi masyarakat dan instansi terkait yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu. Contoh yang paling nyata adalah perbedaan yang menyangkut persoalan data penduduk, baik data yang berasal dari Badan Pusat Statistik kota Batam, Dinas Kependudukan dan KPU Batam. Jika untuk persoalan data penduduk tidak akurat, lantas bagaimana tahapan penyelenggaraan Pemilu khususnya yang terkait dengan akurasi pendaftaran pemilih, pendaftaran dan penetapan peserta pemilu?

PUBLIK YANG TERABAIKAN

Didalam pesta demokrasi, keikutsertaan masyarakat menjadi sebuah keharusan, itulah sebabnya tanpa adanya partisipasi masyarakat maka Pemilu akan kehilangan legitimasi poltiknya. Minimnya partisipasi publik di dalam pelaksanaan Pemilu memiliki implikasi demokrasi politik yang cukup serius, yaitu hilangnya momentum strategis guna menghasilkan pemimpin yang bermutu dan memiliki legitimasi politik yang kuat.

Minimnya partisipasi publik di kota Batam disamping menguatnya sikap apatis yang disebabkan ketidakpercayaan publik terhadap lembaga politik, tetapi juga disebabkan oleh sikap penyelenggara Pemilu yang cenderung Partisan. Dengan kata lain, integritas dan independensi penyelenggara Pemilu diragukan oleh masyarakat. Itu sebanya proses pendaftaran pemilih maupun keikutsertaan dan pelaksanaan Pemilu tidak mendapat dukungan luas dari segenap lapisan masyarakat.

Kurangnya informasi yang diberikan oleh KPUD, terutama tentang mekanisme pelaksanaan Pemilu dapat menyebabkan minimnya partisipasi publik dalam pesta demokrasi tersebut. Sebagai contoh, informasi tentang Pemilu yang diberikan melalui media cetak dan media elektronik seringkali tidak maksimal karena kondisi masyarakat Batam yang nota bene adalah pekerja, tidak semuanya memahami informasi diberikan oleh penyelenggara Pemilu. Hal ini berbeda misalnya jika penyampaian informasi tentang Pemilu beserta seluruh tahapannya disampaikan dalam bentuk pertemuan antara masyarakat dan KPUD.

Salah satu faktor penting yang mempengaruhi rendahnya partisipasi publik di dalam Pemilu disebabkan oleh paradigma penyelenggara Pemilu yang menempatkan masyarakat sebagai objek demokrasi. Sebagai objek demokrasi, masyarakat hanyalah penonton pasif dan tidak mendapatkan pemahaman yang baik dan benar tentang Pemilu sehingga pada akhirnya bersikap apatis terhadap proses demokrasi tersebut.

Untuk dapat memaksimalkan partisipasi publik maka penyelenggara Pemilu terlebih dahulu harus merubah paradigma tentang masyarakat sebagai bagian dari proses demokrasi. Untuk itulah sosialisasi yang dilaksanakan oleh Penyelenggara Pemilu tidak semata-mata menyangkut informasi tentang Pemilu tetapi yang juga penting adalah adalah memberikan pemahaman secara luas bahwa masyarakat adalah subjek utama dari Pemilu. Subjekfikasi posisi dan peran masyarakat menjadi penting karena ia dapat mengurangi resistensi masyarakat atas penyelenggara Pemilu dan juga meminimalisir sikap apatisme masyarakat terhadap pelaksanaan Pemilu.

Untuk dapat meningkatkan partisipasi publik, penyelenggara Pemilu harus memiliki kemampuan untuk menggalang seluruh stakeholder demokrasi yang ada ditengah-tengah masyarakat, baik yang dilembaga pemerintahan, maupun masyarakat melalui ketua-ketua RT dan RW. Upaya meningkatkan partisipasi publik jelas menuntut adanya kemauan politik (political will), keterbukaan (transparansi), dan pertanggungjawaban (akuntabilitas) dari penyelenggara Pemilu. Itulah sebabnya penyelenggara Pemilu dituntut bersikap non-partisan, serta memiliki independensi dan integritas yang dapat dipertanggungjawabkan, baik secara intelektual maupun moral politik.

KESIMPULAN

Tugas, wewenang dan kewajiban KPU Kabupaten/Kota dalam penyelengaraan Pemilu sudah di atur secara tegas dan jelas di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelengaraan Pemilhan Umum. Yang diperlukan oleh penyelenggara Pemilu di kota Batam adalah bagaimana menjabarkan ketentuan Undang-undang tersebut sehingga dapat di implementasikan di dalam pelaksanaan Pemilu.

Dari pemaparan yang serba singkat diatas, kita mengetahui bahwa pelaksanaan Pemilu memerlukan adanya penyelenggara Pemilu memiliki kemampuan adaptif, terutama yang berhubungan dengan perkembangan sosial-politik. Di dalam konteks kota Batam, penyelenggara Pemilu tidak saja harus menguasai aturan main yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang tetapi juga dituntut untuk memahami dinamika masyarakat serta permasalahan kewilayahan. Pengalaman Pemilu 2004 yang dilaksanakan di kota Batam dapat menjadi dasar evaluasi dan koreksi bagi penyelenggara Pemilu 2009, terutama dalam hal meningkatkan partisipasi publik. Secara teknis konseptual pelaksanaan Pemilu di Batam antara 2004 dan 2009 karena telah terjadi pemekaran wilayah Kecamatan dan Kelurahan. Dengan demikian tuntutan transparansi dan akuntabilitas publik di dalam penyelenggarakan Pemilu menjadi sebuah keharusan karena tidak semata-mata menyangkut teknis pelaksanaan namun juga yang terpenting adalah mendapatkan legitimasi demokrasi politik kuat dari masyarakat.

Tantangan penyelenggara Pemilu di kota Batam adalah membangun kepercayaan publik agar sepenuhnya mendukung pelaksanaan Pemilu yang akan di laksanakan pada tahun 2009. Penyelenggara Pemilu harus mampu merumuskan agenda startegis dan sekaligus membangun pemahaman yang luas tentang keberadaan masyarakat sebagai subjek demokrasi. Salah satu upaya penting sebagai bentuk strategi penyelenggara Pemilu di dalam melaksanakan Pemilu 2009 di kota Batam adalah dengan membuka akses informasi tentang Pemilu seluas-luasnya bagi masyarakat, yaitu dengan cara memanfaatkan sarana teknologi informasi. Kerjasama dengan elemen-elemen penyedia infrastruktur teknologi informasi sangat diperlukan guna mendukung sistem pelayanan penyelenggara Pemilu. Kepercayaan masyarakat tak dapat diraih jika agenda strategi dan kinerja penyelenggara Pemilu ditujukan hanya untuk memuaskan para “broker politik” dan segelintir orang “gila” kekuasaan yang menjadikan rakyat pemilih sebagai tumbal demokrasi.

Sumber tulisan :

1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelegaraan Pemilu

2. “Akal-akalan Daerah Pemilihan”, Pipit R. Kartawidjaja dan Sidik Pramono. Perludem, 2007.

3. Prof. Ramlan Surbakti, MA, Ph.D, dalam Tokoh Indonesia.COM, 2003.

* Makalah ini ditujukan kepada Tim Seleksi JPUD Kota Batam sebagai syarat pencalonan untuk menjadi anggota KPUD Batam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar