Kamis, 11 Februari 2010

BERTANYA RAKYAT PADA OTORITA BATAM

BERTANYA RAKYAT PADA OTORITA BATAM

(Sebuah Kritik Atas Kenaikan Tarif Air)

Oleh : Uba Ingan Sigalingging, S.Sn.

(Ketua LSM Gerakan Bersama Rakyat (GEBRAK)

Judul tulisan ini diilhami oleh buku kumpulan Cerpen A.A.Navis : Bertanya Kerbau Pada Pedati”. Didalam Cerpennya, A.A. Navis menggambarkan kerbau secara simbolik sebagai sebuah kekuatan yang tenaganya terus-menerus diperas pemilik kerbau tanpa ada rasa belas kasihan. Navis bercerita tentang penderitaan sang kerbau dengan sebuah metafora yang sarat makna simbolik :“Setiap konvoi pedati datang dan pergi, terberak-berak, dan terkencing-kencing di depan warung ayah, aku kian merasakan penderitaan binatang itu. Kepalanya tak terangkat, hingga mocongnya hamper menyentuh aspal jalan yang telah banyak terkelupas itu. Napasnya mendengus-dengus menanjaki pendakian yang panjang. Dan ketika berhenti tepat di depan warung Ayah, aku melihat matanya memerah seperti urat-urat darahnya mau memecah. Dan liar, seperti mencari-cari cara bias melepaskan kalar kayu yang menekan pundaknya. Jika kerbau itu lama tertegak setelah beraknya terpancar, tukang pedati itu segera menarik tali ijuk yang keras di dekat hidung binatang itu. Mungkin karena sakit di hidung itu, dia menerskan perjalanannya lagi menarik pedati yang sarat beban itu.

Mengapa dia tidak membiarkan kerbau itu berhenti sejenak lagi, supaya tenaganya pulih untuk melewati pendakian yang masih panjang?” Tanya hatiku. Kadang-kadang hatiku menyoal, kenapa tukang pedati itu tidak mengurangkan barang sedikit agar berat bebannya berkurang? Karena serakah,” teriak hatiku gemas”. Sampai akhirnya sebuah pertanyaan meluncur dari mulut kerbau, “Wahai Pedati, masih panjangkah pendakian ini?” (Lebih jauh, baca Kumpulan Cerpen A.A.Navis , Bertanya Kerbau Pada Pedati”, PT Gramedia, 2002).

Dengan kekuasaannya, OB telah menjadikan air sebagai komoditas ekonomi yang sepenuhnya mengabaikan kepentingan masyarakat luas. Dalam situasi ini, OB-yang merupakan representasi Negara- telah menjungkirbalikkan pemahaman kita tentang air sebagai sumber kehidupan yang keberadaanya di kuasai oleh Negara untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat (UUD 1945, Pasal 3 ayat 3). Dengan dalih pemerataan atas distribusi air, maka OB telah melakukan pembodohan serta pemerasan atas rakyat. Sesungguhnya OB mengeksploitasi air dan menjadikannya sebagai komoditas ekonomi semata. Tujuannya tidak lain adalah menaikkan tarif air. Maka, Rakyat pun bertanya kepada OB, “Wahai Tuan-tuan penguasa OB, sampai kapan kalian eksploitasi kami?

Hancurnya Legitimasi Negara

Ar merupakan salah satu sumberdaya alam dan cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak, yang harus dikuasai oleh Negara, sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 33. Dimana konsep “dikuasai oleh Negara” harus ditafsirkan ke dalam konsepsi kedaulatan rakyat atas segala sumber daya kekayaan alam yang ada; bahwa rakyat yang berdaulat itu memberikan amanat kepada Negara untuk membuat kebijakan dan pengurusan, pengaturan, pengelolaan, dan pengawasan atas seluruh kekayaan alam, termasuk air.

Air merupakan kebutuhan fundamental bagi setiap orang dalam kehidupannya. Tidak ada manusia yang dapat hidup tanpa air dan air tidak dapat digantikan oleh barang yang lain. Dengan demikian, sangat jelas bahwa hak atas air (right to water) merupakan sesuatu yang tidak mungkin dipisahkan dari hak asasi manusia (HAM), seperti yang telah ditegaskan oleh Komite Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, sebagai penafsiran pasal 11 oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Penafsiran Komite Ekonomi, Sosial, dan Budaya PBB tersebut, mengamanatkan kepada Negara untuk memperhatikan ketersediaan (availability), kualitas (quality), dan keterjangkauan (accessibility) air bagi rakyat.

Amanat pengelolaan air oleh Negara berarti Negara harus memberikan jaminan agar air memiliki fungsi sosial dan pemenuhan hak asasi manusia, yang tidak dikalahkan oleh paradigma air sebagai barang ekonomi. Itulah sebabnya prinsip paradigma air sebagai barang ekonomi yang dianut oleh OB dan ATB harus ditolak dan di lawan.

Sangat jelas terlihat bagaimana Negara yang direpresentasikan OB telah gagal menjamin hak-hak rakyat didalam menfasilitasi ketersediaan (availability), kualitas (quality), dan keterjangkauan (accessibility). Keadilan sosial yang seharusnya mendasari kebijakan Negara (baca;OB) berubah menjadi sistem kapitalisme, dengan prinsip mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Kapitalisme sebagaimana yang dikatakan oleh Felix Guatttari di dalam Capitalism: a Very Special Delirium (1995) hanya pada permukaannya saja yang tampak rasional, yaitu pada cara ia merumuskan kebutuhan masyarakat dan cara merealisasikannya (produksi, industrialisasi, modernisasi) dengan menggunakan kalkulasi, perhitungan, dan prediksi-prediksi (seperti halnya perusahaan ATB di Batam ini). Akan tetapi, di balik permukaan yang tampak rasional tesebut ada kekuatan-kekuatan irasional yang sesungguhnya mengendalikan kapitalisme dari dalam, yaitu kekuatan hasrat (desire): nafsu pembiakan modal, gairah ekspansi, dan ekstasi pelipatgandaan keuntungan (spekulasi) yang pada tingkat tertentu lebih dominan kekuatannya. Inilah irasionalitas pada tingkat sistem kapitalisme (Yasraf Amir Piliang, “Hantu-hantu Politik Dan matinya Sosial.

Yang menjadi pertanyaan bagi kita adalah apakah keberadaan ATB saat ini dapat kita sebut sebagai investor yang menanamkan modalnya atau hanya sebagai Parasit yang hendak merampok rakyat? Disinilah seharusnya OB bersikap tegas dan berani mengambil keputusan demi kepentingan rakyat banyak, bukan justru melakukan konspirasi untuk merampok rakyat. Istilah parasit (parasite) berasal dari kata Latin parasitus atau bahasa Yunani parasitos (para=berkaitan erat, sitos=makanan), yang berarti suatu organisme yang hidup di dalam atau di atas organisme lain. Secara lebih spesifik, Paul Singleton menjelaskan pengertian parasit di dalam Dictionary of Microbiology sebagai :”…organisme yang hidup di atas (ectoparasite) atau di dalam (endoparasite) jaringan organisme hidup lainnya (the host), dari mana ia memperoleh makanan untuk hidup”.

Mengambil analogi dari pengertian biologi ini yang disebut dengan organisme tempat hidup parasit itu bisa apa saja. Ada tumbuhan, tubuh manusia, sel, binatang, protozoa; mesin. Robot, lembaga keluarga, lembaga pemerintah, lembaga negara semuanya adalah organisme. Semuanya adalah tubuh yang mempunyai organ-organ dan dapat menjadi tempat hidup bagi parasit. Di dalam konteks ini kita melihat keterkaitan antara OB dan ATB serta kroni-kroninya yang memeras rakyat dengan menaikkan tarif air sebagai suatu contoh cara kerja parasit demokrasi. Bukankah konsorsium memiliki modal untuk pengembangan investasi? Jika uang rakyat yang di ambil ATB-melalui kenaikan tarif- untuk meningkatkan investasi, bukankah hal tersebut sebuah perampokan? Dalam situasi seperti ini demokrasi yang dipraktekkan OB berubah wajah menjadi demonisasi; yaitu sebuah hutan rimba kebencian – the politics of demonization.

Lampiran :

Dengan melakukan efisiensi dan menerapkan Good Corporate Governance seharusnya ATB dapat menjamin:

  1. Tidak ada kenaikan tarif dalam tiga tahun kedepan

  1. Membebaskan tarif biaya konsumsi untuk Masjid, Gereja, Vihara, dan Rumah-rumah Ibadah lainnya yang resmi digunakan 100% untuk kepentingan Agama

  1. Membebaskan tarif biaya konsumsi untuk Yayasan, Organisasi Politik, Organisasi Massa, Organisasi Sosial, Organisasi Keagamaan, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan Lembaga-lembaga / Organisasi-organisasi Nirlaba lainnya, yang dibentuk secara resmi berdasarkan ketentuan Pemerintah yang berlaku, yang didirikan dan dijalankan 100% untuk kepentingan sosial dan bukan untuk kepentingan komersial

  1. Membebaskan tarif biaya konsumsi untuk Instansi Pemerintah, DPRD, TNI+ POLRI, Sekolah-sekolah dan Perguruan Tinggi Negeri

  1. Menggalakkan Program Pengembangan Lingkungan ( Community Development ) bersama masyarakat dan organisasi terkait, melalui kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan, keagamaan, kemanusiaan, olah raga, kesehatan, pendidikan, kebersihan, ketertiban, keamanan, dan pelestarian lingkungan

  1. Membangun IPA (Instalasi Pengolahan Air) di Dam Duriangkang hingga mencapai kapasitas optimal, tanpa membebani masyarakat

  1. Mengembangkan dan memperbaiki jaringan distribusi untuk mencapai coverage 100% dan memenuhi kebutuhan sambungan baru

  1. Melibatkan dan memberdayakan masyarakat luas dalam pembacaan meter, mengatasi kebocoran, dan memberantas pencurian dan sambungan ilegal

  1. Meningkatkan kualitas SDM dan menerapkan system manajemen mutu terpadu secara konsisten, untuk dapat memberikan layanan terbaik bagi masyarakat

10. Menuju Good Corporate Governance dan Go Public dalam kurun waktu 5 tahun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar